Seperti minimnya data sampai yang paling klasik adalah mahalnya harga vaksin. Tidak heran, angka kematian balita di dunia setiap tahun lantaran penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi atau vaksinasi ini mencapai 2,4 juta jiwa.
Hal ini terungkap dalam Asian Vaccine Conference (ASVAC) 2011yang ketiga di Hotel Gran Melia. Padahal, imunisasi ini sangat penting peranannya untuk memberi pertahanan pada bayi yang baru lahir hingga balita, mengingat mereka belum memiliki sistem imunitas tubuh yang maksimal.
Imunisasi sekaligus langkah yang paling tepat guna mencegah berbagai penyakit berbahaya, kecacatan,dan kematian. Aksesibilitas imunisasi yang merupakan tema dari ASVAC tahun ini rupanya masih belum dapat dirasakan masyarakat di berbagai belahan dunia secara merata.
Di Indonesia saja, baru 93 persen anak yang mendapatkan imunisasi. Dengan demikian, masih ada 7 persen dari 24 juta anak yang belum mendapatkan akses pelayanan imunisasi ini. Sedikit tertinggal dari Bangladesh yang persentasenya mencapai 99 persen.
Menurut Prof Lulu C Bravo MD PhD, pemrakarsa berdirinya ASVAC sekaligus Ketua Asian Strategic for Pneumococcal Disease Prevention (ASAP), dari 10 negara yang termasuk peringkat 10 teratas, 6 tertinggi ada di sejumlah negara Asia.
“Seperti China dan India, Indonesia tidak termasuk di dalamnya,” imbuh Lulu.
Sampai saat ini, beberapa kendala masih menjadi permasalahan seputar vaksin. Di antaranya data penyakit yang belum lengkap, minimnya fasilitas dan sumber daya manusia (SDM), kurangnya peran pemerintah daerah, mahalnya harga vaksin, dan mitos yang beredar tentang efek samping vaksin. Padahal, idealnya vaksinasi harus diberikan secara gratis.
“Sehingga masyarakat tidak terbebani dalam akses mendapatkan imunisasi,” ujar Prof Dr dr Sri Rezeki S Hadinegoro SpA(K), ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Petugas imunisasi pun seharusnya lebih aktif menjangkau masyarakat dan bukannya mengharap masyarakat datang ke tempat imunisasi yang ada. Mahalnya harga vaksin tertentu pun membuat masyarakat enggan untuk memberikan imunisasi kepada anaknya.
Padahal pemerintah sudah menghapuskan vaksinasi dasar dan vaksinasi anjuran yang keduanya kini dilebur menjadi vaksinasi wajib. Namun lihat saja, untuk vaksin Hib dan pneumokokus PCV yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah. Kedua vaksin ini pun hanya tersedia di rumah sakit atau praktik dokter anak.
Vaksin PCV dibanderol seharga Rp600.000 dan Hib dihargai lebih dari Rp200.000. Kedua vaksin ini pun harus diulang sebanyak empat kali. Tinggal mengalikan saja untuk mendapatkan total biaya yang perlu dikeluarkan. Padahal, kedua vaksin ini krusial keberadaannya.PCV adalah vaksin untuk penyakit pneumonia invasif yang merupakan pembunuh utama bayi dan anak.
WHO pun merekomendasikan penggunaan PCV di negara-negara dengan tingkat kematian bayi dan anak yang tinggi. Sekaligus dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan MDGS 4, yakni mengurangi kematian bayi dan anak pada tahun 2015 sebesar 2/3 dari jumlah yang ada pada tahun 2009.
Di samping PCV, vaksinasi Hib juga dapat mencegah penyakit meningitis yang menyerang otak dan selaput otak sehingga menimbulkan kejang, kerusakan otak, dan kecacatan. Kendati demikian, imunisasi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan beberapa faktor lain.
Seperti lingkungan yang sehat di antaranya dengan penyediaan air bersih, pemberian ASI, nutrisi yang seimbang, serta menghindari polusi dalam rumah dan melakukan program KB. Imunisasi selain bermanfaat untuk anak, juga untuk lingkungan, dan yang tidak kalah penting berperan dalam memutus mata rantai penularan penyakit.
Sementara itu, Dirjen Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes Prof dr Tjandra Yoga Aditama MPH menjamin mutu vaksin yang diberikan pemerintah.Vaksin yang diberlakukan di Indonesia sudah mendapat rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia mengenai kehalalannya.
Sumber: http://lifestyle.okezone.com/read/2011/08/10/195/490202/imunisasi-perkuat-pertahanan-bayi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar