Yang dimaksud ibadah sunah adalah ibadah yang Allah perintahkan, tetapi ibadah tersebut tidak bersifat keharusan. Misalnya shalat Dhuha, syukrul wudhu, dzikir, dan lain-lain.
Dengan demikian ibadah ini di bawah derajat wajib. Adapun faidah melaksanakan ibadah sunah adalah akan mendapat pahala -jika dilaksanakan dengan ikhlas- dan apabila tidak dilaksanakan maka tidak berdosa.
AGAR IBADAH SUNAH MEMBERIKAN BERKAH MELIMPAH
1.Sesuaikan dengan kondisi
Maksudnya kita harus mempelajari kondisi kita pribadi. Kapan kita sibuk, kapan kita semangat ibadah, dan kapan kita punya kesempatan untuk melakukan ibadah sunah. Intinya manajemen waktu dan manfaatkan kesempatan.
Misal ba’da subuh terdapat amalan sunah dzikir pagi. Tapi saat itu seorang ibu disibukkan mempersiapkan sarapan keluarganya, mengurus anak-anak yang mau berangkat sekolah dan lainnya. Dengan demikian jam tersebut waktu yang tidak tepat untuk ibadah sunah. Karena jika kita mengejar amalan tersebut maka tugas sebagai “Ummu” akan berantakan.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan dia mampu untuk melaksanakannya.”[al Baqarah: 286]
2.Istiqamah
Setelah kita bisa melaksanakan sebuah ibadah, maka kita harus bersyukur karena nikmat tersebut dan harus berusaha untuk istiqamah. Karena suatu amalan akan sangat berfaidah jika dilakukan secara rutin walaupun amalan itu kecil.
“Sebaik-baik amalan adalah yang istiqamah, meskipun sedikit”
Hal ini juga berlaku pada ibadah sunah. Perhatikan wasiat Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam — kepada Abdullah bin Amr bin Ash, “Wahai Abdullah, jangan seperti si fulan. Dulu dia biasa shalat malam, kemudian dia meninggalkannya.” [muttafaq ‘alaih]
3.Laksanakan karena ketaatan
Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — sering menyebutkan beberapa faidah duniawi karena pelaksanaan suatu ibadah tertentu. Misal tentang shadaqah:
”Tidak ada hari yang manusia hidup pada waktu itu kecuali ada dua malaikat yang turun, kemudian salah satunya berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti bagi orang yang berinfak,’ dan yang lain berdoa, ‘Ya Allah berilah kebangkrutan bagi orang yang menahan hartanya untuk berinfak.’” [mutafaq ‘alaih]
Mungkin ada yang ber-shadaqah, tetapi sangat mengharapkan hartanya bertambah. Bahkan sebelum shadaqah, dia hitung dengan rumus matematika. Misalnya, dia ingin membeli rumah seharga Rp 700 juta. Karena Allah berfirman,
“Permisalan orang yang berinfak di jalan Allah seperti sebuah biji (yang ditanam). Kemudian menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada 100 biji.”[al Baqarah : 261]
Berarti Allah akan melipatgandakan satu rupiah menjadi Rp. 700,-. Sehingga, untuk bisa membeli rumah seharga 700 juta tadi, dia harus ber-shadaqah 700 juta/700= 1 juta.
Mengharapkan faidah duniawi boleh-boleh saja, apalagi ada nash yang menerangkannya. Akan tetapi, jika faidah duniawi itu yang mendorong untuk beramal, maka ini adalah sikap salah dan bisa menghapus keikhlasan.
APA YANG BISA DILAKUKAN UMMU
Sebenarnya banyak ibadah sunnah yang bisa dikerjakan seorang ibu, sekalipun banyak anak dan kerjaan. Terlaksananya ibadah sunnah bukan hanya dipengaruhi kelonggaran waktu, tetapi yang lebih utama dipengaruhi niat dan kesungguhan untuk beribadah. Ingatlah kaidah tercapainya suatu tujuan yang disebutkan Rasulullah,
“Sesungguhnya semua amal itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan.” [al Bukhari & Muslim]
Berikut ini beberapa contoh ibadah sunnah yang bisa diatur strategi pelaksanaanya:
1.Shalat malam
Dengan tekat kuat untuk shalat malam, insyaallah akan dimudahkan jalannya. Kalau tidak memungkinkan shalat yang panjang seperti kebiasaan shalat rasulullah, maka shalatlah pendek-pendek saja. Jika shalat yang pendek pun juga tidak memungkinkan karena sangat sempitnya waktu, maka berusahalah untuk tidak meninggalkan shalat Witir. Atau mungkin biasakan shalat Witir setelah shalat Isya’/sebelum tidur sebagaimana wasiat rasulullah kepada Abu Hurairah agar shalat witir sebelum tidur [Riwayat al Bukhari & Muslim].
2.Shalat Rawatib
Terkadang, seorang ibu untuk shalat fardhu saja sering tidak bisa tepat awal waktu, karena anak rewel atau pekerjaan rumah yang menuntut segera diselesaikan. Akan tetapi, bukan berarti sama sekali tidak bisa melaksanakan ibadah sunnah ini. Jika merasa kesulitan mengerjakan seluruh Rawatib, maka sempatkanlah shalat sunah fajar. Karena Rasulullah pun mengutamakan shalat sunah fajar dan tetap mengerjakannya sekalipun dalam perjalanan
Dari Aisyah, “Bahwasannya nabi tidaklah sangat berusaha menjaga shalat sunnah, melebihi kesungguhan beliau untuk menjaga pelaksanaan dua rakaat sebelum subuh.” [Muttafaq ‘alaih]
Adapun faidah shalat Rawatib, amalan ini sebagai penambal shalat fardu jika terdapat kekurangan. Selain itu, Allah menjanjikan balasan yang besar bagi orang yang mengamalkannya. Dari Ummu Habibah -ummul mukminin, “Aku mendengar Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda, “Barang siapa shalat dua belas rakaat sehari semalam (shalat Rawatib), akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga.” [Riwayat Muslim]
3.Infak/shadaqah
Shadaqah adalah suatu amalan untuk menjalin hubungan kepada Allah dan juga hubungan dengan sesama. Ibadah ini pun bisa dilakukan di rumah atau lingkungan sekitar rumah. Misalnya seorang ibu yang membagi masakannya dengan tetangganya, atau memberi sepotong kue kepada anak tetangga yang main ke rumahnya, dan sebagainya.
Dari Abu Dzar, dia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, apabila engkau memasak masakan yang berkuah, maka perbanyaklah airnya, dan bagikanlah untuk tetanggamu.’”[Riwayat Muslim]
4.Doa dan Dzikir
Dzikir adalah amalan yang ringan, tapi sering dilalaikan. Jika tidak sempat secara sempurna, maka amalkanlah semampunya agar tetap memperoleh faidahnya.
Alangkah baiknya seorang ibu pun senantiasa membaca al Quran dan menghafalnya, sehingga rumahnya senantiasa dihiasi oleh bacaan al Quran untuk memperoleh rahmat dari Allah. Lebih indah lagi kalau dia membaca al Quran ketika shalat malam.
Kalau yang menjadi kendala sulit berdzikir atau sempitnya kesempatan berdzikir adalah karena segudang pekerjaan rumah, maka hal ini pernah dikeluhkan oleh Fathimah, putri Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam –, maka beliau menghadap ayahandanya untuk meminta seorang hamba sahaya yang bisa membantu meringankan pekerjaannya. dan beliau pun memberikan nasihat hendaknya sebelum tidur membaca: subhanallah (33x), Alhamdulillah (33x), Allahu akbar (33x) dan لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيئ قدير akan meringankan beban pekerjaan rumah.
Selain dzikir tersebut, sebelum tidur juga disunnahkan membaca ayat Kursi, surat al Ikhlas, al Falaq, dan an Nas, kemudian ditiupkan ke telapak tangan dan diusapkan ke seluruh tubuh. Ini dilakukan 3 kali dan berfungsi membentengi diri kita dari sihir dan gangguan makhluk halus.
5.Wudhu bukan untuk shalat.
Maksudnya, wudhu yang dilakukan bukan karena akan melaksanakan shalat, tetapi sekadar menjaga kesucian dari hadats kecil, dan ini hukumnya sunah. Hal ini didasarkan pada hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah — shollallohu ‘alaihi wa sallam — bersabda, “Umatku akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan berwajah cerah dan tangan dan kaki cerah sebagai pengaruh dari wudhu.” Kata Abu Hurairah, “Barang siapa mau memperlama cahaya ini, silahkan (berwudhu setiap batal)” [Umdatul Ahkam].
Yang dimaksud memperlama, menurut salah satu pendapat ulama adalah berwudhu setiap batal.
Jika dia shalat sunnah dua rakaat setelah berwudhu, maka pahalanya jauh lebih besar lagi, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, Rasulullah berkata kepada Bilal, “Aku mendengar bunyi sandalmu di surga.” Kata Bilal, “Tidaklah aku berwudhu, kecuali aku shalat dua rakaat setelahnya (shalat syukrul wudhu).”
Dan sangat dianjurkan untuk berwudhu sebelum tidur, seandainya dia meninggal ketika tidur, maka dia meninggal dalam keadaan suci.
PILIH-PILIH IBADAH?
Mungkin sekarang muncul di benak kita, bagaimana hukumnya memilih-milih ibadah sunnah yang ringan dan meninggalkan yang susah? Jawabannya sebagaimana tercantum dalam prolog tadi dan ditambah dengan sedikit rincian. Apabila kita melakukannya karena kesibukan, maka tidak mengapa, karena namanya amalan sunnah, tetaplah sunnah. Akan tetapi, jika memilihnya karena tidak suka dengan suatu ibadah tertentu, maka ini perbuatan tercela, bahkan bisa mengantarkan kepada kekafiran, karena mengingkari/membenci sebagian syariat. Wallahu a’lam
Maraji’:
1.Riyadhush Shalihin, Imam an Nawawi
2.Taudhihul Ahkam, Syarh Bulughul Maram, Syaikh al-Bassam
3.Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakr al-Jazairi
4.Taisirul ‘Alam syarh Umdarul Ahkam, Syaikh al-Bassam
5.al Qur’an al Karim dan terjemahannya
6.majalah nikah sakinah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar